Makna Filosofi Aikido: Mengalahkan Diri Sendiri
Thefilosofi.blogspot.com - Filosofi Aikido kaya akan filosofi kehidupan. Aikido berarti "Jalan
Keselarasan dengan Roh" dan dianggap non-kekerasan bentuk seni bela
diri. Namun, jangan tertipu. Aikido bila digunakan dengan benar sangat
kuat sering mampu memblokir dan menetralisir serangan yang kuat dan
kontra mereka dengan gaya yang sama.
Seni bela diri jepang, yang meminjam tenaga penyerang (uke) untuk
digunakan oleh korban (nange). Prinsip aikido dari asal katanya adalah
(Ai) keselarasan (Ki) Pusat kehidupan dan (DO) pusat keseimbangan. Aikido
adalah beladiri cinta kasih, karena selain pada teknik aikido tidak
diajarkan teknik menyerang dan lebih condong lebih defensive, seni bela
diri yang didirikan oleh Morehei Ueshiba ini tidak ada hasrat untuk
menjatuhkan lawan yang ada hanya kita mencoba untuk megalirkan tenaga
uke untuk menyelesaikan teknik, intinya adalah agar uke maupun nange
aman. Dalam Aikido dikenal "Aiki".
Belajar aikido tidak hanya belajar teknik (waza), tetapi aikidoka juga harus belajar menguasai emosi, mengontrol energi, sikap kerendahan hati,belajar memahami orang lain, alam semesta dan cinta kasih karena itu adalah hal yang utama dalam memahami jiwa atau spirit dari aikido. Hal yang tidak boleh dilupakan dari belajar aikido adalah aplikasinya, yang harus diterapkan tidak hanya pada saat latihan tetapi dalam kehidupan sehari-hari.
Aikido kaya akan filosofi kehidupan. Jika seseorang mulai mempelajarinya, maka ia akan mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari dan bukan sekedar tehnik belaka.
Aikido mengajarkan bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana seseorang harus menghargai kehidupan dan lain-lain. Aikido bukanlah agama tetapi pendiri Aikido pernah berkata bahwa dengan mempelajari Aikido, maka orang dapat lebih mudah mengerti dan mempelajari apa yang ia temukan dalam agama yang dipelajari. Aikido mengajarkan seseorang agar berjiwa seperti seorang samurai yang menjunjung tinggi kebenaran. Jiwa ini terefleksikan pada hakama (celana khas Jepang) yang dikenakan oleh praktisi Aikido yang telah tinggi tingkatannya. Pada hakama terdapat 7 butir ajaran samurai yang mewakili 7 pilar “Budo” (Jalan Pedang).
Tujuh ajaran ini meliputi:
- Kebenaran dan Kebaikan,
- Sikap Hormat dan Kehormatan,
- Ketulusan dan Kejujuran,
- Loyalitas,
- Kesopanan dan Sopan Santun,
- Pengetahuan dan Hikmah Kebijaksanaan,
- Keberanian.
Jadi praktisi aikido yang telah mengenakan hakama diharapkan mengerti, memahami dan menjalankan dari apa yang dikenakan.
Lebih mendalam lagi, Aikido mengajarkan tentang kehidupan dan bagaimana
agar kita dapat menjalaninya secara harmonis. Pendiri Aikido pernah
berkata “ Masa katsu Agatsu, Katsu Hayabi” yang berarti “Kemenangan sejati adalah kemenangan atas diri sendiri; kemenangan sejati adalah kemenangan tanpa pergulatan sedikitpun”. Aikido menganut filosofi “muteki” atau “tidak ada musuh”.
Maksudnya musuh terbesar dalam hidup kita adalah mengalahkan diri
sendiri, setelah berhasil, maka sebenarnya tidak ada musuh di kehidupan
ini. Musuh sebenarnya adalah diri kita sendiri. Agar dapat mencapai hal
ini, kita membutuhkan “Makoto” atau “Hati yang bersih”.
Dengan hati yang bersih, maka kita dapat melihat/ menilai apa yang ada
di hadapan kita dengan lebih jelas, ibarat air danau yang jernih dan
tenang, maka permukaannya akan memantulkan refleksi seperti apa adanya.
Ajaran ini sedikit banyak dapat menjelaskan mengapa Aikido tidak ada
kompetisi dan bukan bela diri sport. Karena Aikido dimaksudkan bukan
untuk mengajarkan menang atau kalah dan sikap sportif tetapi lebih
kepada pelajaran untuk pembentukan karakter tiap praktisinya baik dari
sisi hati, akhlak, moral, mental dan terakhir, fisik.
Aikido, kurang atau lebihnya, adalah seni untuk memahami entitas energi. Energi bisa terdapat dalam unit apapun di alam dan kehidupan sehari-hari. Makhluk hidup, benda, mesin. Bahkan sesuatu yang bersifat mental; emosi, perasaan, kekuatan politik, perjanjian, hukum, norma, budaya, seni.
Dalam konteks fisik, dojo, latihan, praktik; aikido adalah seni memahami kekuatan energi penyerang, yakni tentang dari mana kekuatan dibangkitkan, disalurkan melalui mekanisme tubuh penyerang, lalu disampaikan kepada target serangan. Secara prinsipil; serangan adalah perpindahan energi yang disalurkan ke target perpindahan energi; dengan tujuan negatif. Energi bisa berpindah tempat melaui mekanisme biologis dari tubuh dan anggota tubuh pemilik energi; penyerang. Energi serangan lalu menemui titik kontak fisik dengan target serangan; lalu terjadi tubrukan energi. Akibat dari tubrukan energi adalah kerusakan, dari skala terkecil hingga terbesar; dari sekedar cidera ringan hingga kematian.
Bertahun-tahun, atau bahkan berpuluh tahun, praktisi aikido secara tehnik berlatih untuk memahami hal tersebut. Sebagian berkutat pada “bentuk” tehnik, sebagian lebih maju mengekplorasi “konsep” dan “strategi”, sebagian kecil mencapai tahap “pemecahan masalah” dengan cara “yang lebih baik” dan manusiawi.
Aikido, kurang atau lebihnya, adalah seni untuk memahami entitas energi. Energi bisa terdapat dalam unit apapun di alam dan kehidupan sehari-hari. Makhluk hidup, benda, mesin. Bahkan sesuatu yang bersifat mental; emosi, perasaan, kekuatan politik, perjanjian, hukum, norma, budaya, seni.
Dalam konteks fisik, dojo, latihan, praktik; aikido adalah seni memahami kekuatan energi penyerang, yakni tentang dari mana kekuatan dibangkitkan, disalurkan melalui mekanisme tubuh penyerang, lalu disampaikan kepada target serangan. Secara prinsipil; serangan adalah perpindahan energi yang disalurkan ke target perpindahan energi; dengan tujuan negatif. Energi bisa berpindah tempat melaui mekanisme biologis dari tubuh dan anggota tubuh pemilik energi; penyerang. Energi serangan lalu menemui titik kontak fisik dengan target serangan; lalu terjadi tubrukan energi. Akibat dari tubrukan energi adalah kerusakan, dari skala terkecil hingga terbesar; dari sekedar cidera ringan hingga kematian.
Bertahun-tahun, atau bahkan berpuluh tahun, praktisi aikido secara tehnik berlatih untuk memahami hal tersebut. Sebagian berkutat pada “bentuk” tehnik, sebagian lebih maju mengekplorasi “konsep” dan “strategi”, sebagian kecil mencapai tahap “pemecahan masalah” dengan cara “yang lebih baik” dan manusiawi.
Secara
konsep dan strategi, bela diri aikido terbagi menjadi tiga bagian.
Bertemu kontak dengan energi serangan, meruntuhkan keseimbangan, dan
akhirnya melakukan tehnik bela diri. Konsep dan strategi ini tentu
ditopang oleh pondasi tehnis lain yang sangat penting. Seperti
kuda-kuda, jarak, kewaspadaan, gerak dasar, jurus dasar, dan lain-lain.
Ketika seorang praktisi telah begitu “maju” dalam hal teknis, dimana bela diri aikido adalah semudah hatinya berkehendak, maka akhirnya, aikido adalah masalah hati. Lalu tiba-tiba energi utama pembelaan diri adalah kondisi hati; kondisi batin. Terbukalah suatu tabir bahwa penyerangan bermula dari hati, maka pembelaan diri juga seyogyanya adalah dari hati. Dari pemahaman energi secara fisik, beralih menjadi pemahaman energi secara mental; atau bahkan secara metafisika.
Seorang praktisi lalu menjadi orang yang lebih “bijaksana” dibanding sekian puluh tahun yang lalu ketika ia baru saja mengenal aikido. Dari si muda yang hatinya penuh terisi dengan ambisi akan kekuatan dan penaklukan, hingga menjadi si renta “sakti” yang hatinya penuh mahfum, dengan segalanya telah digenggam di tangan. Lalu, si praktisi, betapapun tinggi gunung telah di dakinya, betapapun jalan panjang telah dilewatinya melebihi siapapun, meninggal.
Selebihnya, siapa yang tahu. Karena alam sesudah kematian bukanlah jangkauan aikido.
Aikido – jalan keselarasan: dari tiada, menjadi ada, lalu tiada kembali….
Maka akhirnya, keselarasan sejati adalah milik Sang Pencipta.
Ketika seorang praktisi telah begitu “maju” dalam hal teknis, dimana bela diri aikido adalah semudah hatinya berkehendak, maka akhirnya, aikido adalah masalah hati. Lalu tiba-tiba energi utama pembelaan diri adalah kondisi hati; kondisi batin. Terbukalah suatu tabir bahwa penyerangan bermula dari hati, maka pembelaan diri juga seyogyanya adalah dari hati. Dari pemahaman energi secara fisik, beralih menjadi pemahaman energi secara mental; atau bahkan secara metafisika.
Seorang praktisi lalu menjadi orang yang lebih “bijaksana” dibanding sekian puluh tahun yang lalu ketika ia baru saja mengenal aikido. Dari si muda yang hatinya penuh terisi dengan ambisi akan kekuatan dan penaklukan, hingga menjadi si renta “sakti” yang hatinya penuh mahfum, dengan segalanya telah digenggam di tangan. Lalu, si praktisi, betapapun tinggi gunung telah di dakinya, betapapun jalan panjang telah dilewatinya melebihi siapapun, meninggal.
Selebihnya, siapa yang tahu. Karena alam sesudah kematian bukanlah jangkauan aikido.
Aikido – jalan keselarasan: dari tiada, menjadi ada, lalu tiada kembali….
Maka akhirnya, keselarasan sejati adalah milik Sang Pencipta.
Ketika Sang Pencipta Berkata kepada ciptaan: “Datanglah kepada Ku, dengan sukarela atau terpaksa.”
Maka jawaban seluruh semesta adalah: “Kami datang dengan suka rela ya Tuhanku.”
*****
Semua filosofi Aikido itu baik kalau kita mampu menjalaninya, tapi
apakah semudah itu. Sebagai Aikidoka, lebih sering hati tersulut emosi
manakala ada yang mengeluarkan kata-kata cacian atau bersifat menghina
bahkan menantang. Mungkin banyak yang bilang bahwa itu adalah lumrah
sebagai manusia, apalagi membenarkan kondisi itu dengan embel-embel asal
daerah alias suku yang memang bersifat temparemental . Namun kalau
tetap memberikan toleransi terhadap reaksi diri akibat ego yang
tersulut, terus kapan dapat menjiwai semangat Aikido seperti yang telah
dipelajari selama belasan tahun? Sulit untuk men jawab itu. Yang pasti
bahwa Aikido bukan semata-mata beladiri tapi Aikido adalah Budo,
semangat para Samurai, yang tujuannya adalah “Spiritual Development”,
yaitu melatih “mind & body” melalui (dengan) latihan setiap hari dan
berusaha sekuat mungkin untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Aikido adalah “The Way to Harmony with (of) Ki “
Aikido adalah “The Way to Harmony with (of) Ki “
Sumber: http://www.naqsdna.com
Sekian update informasi kali ini seputar Artikel Arti Makna Filosofi Seni Beladiri Aikido: Mengalahkan Diri Sendiri Terbaru 2014. Semoga bermanfaat dan dapat menginsprasi anda semua. Salam.
0 Response to "Makna Filosofi Aikido: Mengalahkan Diri Sendiri"
Post a Comment